Image may be NSFW.
Clik here to view.
Clik here to view.

Saat ini ditengarai banyak dokter yang tidak memiliki empati. Padahal, empati ini dibutuhkan mengingat dokter adalah profesi yang sangat erat hubungannya dengan nyawa manusia.
Anggota Komisi X DPR RI Dedi Suwandi Gumelar menyayangkan, kurangnya empati ini pulalah yang menyebabkan banyak dokter muda tidak mau ditempatkan di berbagai pelosok Tanah Air. Dokter-dokter muda, ujar Dedi, memilih praktik di kota-kota besar dengan fasilitas lengkap. Akibatnya, terjadi ketimpangan tingkat kesehatan antara masyarakat kota dan desa.
"Yang lebih memprihatinkan, setelah lulus pendidikan kedokteran, ada yang menjadi agen obat atau masuk ke bidang lain yang tidak ada kaitannya dengan ilmu kedokteran," kata Dedi seperti dikutip dari laman DPR, Senin (26/3/2012).
Dedi memaparkan, empati erat kaitannya dengan tanggung jawab sosial yang diemban seorang dokter. Karena itu, perlu proses panjang untuk menanamkan empati dan moralitas seorang dokter di pribadi mahasiswa kedokteran. Proses ini, ujarnya, dimulai sejak masa rekrutmen mahasiswa baru pendidikan kedokteran.
Salah satu caranya adalah melalui tes psikometri. Tes ini akan mengetahui kesesuaian kepribadian calon mahasiswa dengan karakteristik profesi dokter yang dibutuhkan.
"Hal inilah yang akan kita atur dalam RUU Pendidikan Kedokteran. Nantinya, salah satu pasalnya akan mencantumkan ketentuan yang mensyaratkan calon mahasiswa kedokteran harus lulus seleksi penerimaan, uji kognitif, tes bakat dan tes kepribadian," imbuhnya.
Pandangan ini diamini Sekretaris Jenderal Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran Indonesia Ratna Sitompul. Menurut Ratna, empati dan rasa kemanusiaan diperlukan oleh mereka yang menggeluti profesi ini. Dokter, ujar Ratna, seharusnya tidak hanya pintar, tetapi juga melayani dengan hati.
Ratna memaparkan, kita tidak bisa sepenuhnya menyalahkan para dokter yang tidak memiliki empati ini. Pasalnya, sebelum menjadi mahasiswa kedokteran, bisa jadi lingkungan sekitarnya tidak mengajarkan dan melatih jiwa sosial dan kemanusiaan.
"Jika begini, bagaimana mereka akan memiliki perasaan itu? Karenanya, perihal empati dan rasa kemanusiaan ini perlu diformalkan dalam pendidikan kedokteran," kata Ratna.
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK UI) itu menuturkan, di kampusnya, mahasiswa kedokteran tahun pertama hingga ketiga harus menjadi relawan di RS Cipto Mangunkusumo. Kewajiban ini merupakan bagian dari program Empati, Komunikasi, dan Bioetika untuk Pengembangan Pribadi dan Profesi Kedokteran dalam Konteks Humaniora yang mereka kembangkan.
Tidak hanya mendampingi pasien baru dari luar Jakarta dalam hal administrasi dan perawatan medis, para mahasiswa ini juga mengikuti kunjungan ke daerah agar mengetahui kondisi riil masyarakat dalam bidang sosial, budaya, dan psikologi masyarakatnya.
sumber :http://news.okezone.com